PERATURAN OJK TENTANG PENGAWASAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL -BPJS

Diposting pada

badan penyelenggara jaminan sosial - BPJS     otoritas jasa keuangan ojk

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR: 5/POJK.05/2013
TENTANG
PENGAWASAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Menimbang :

bahwa dalam rangka melaksanakan pengawasan terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Pengawasan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Oleh Otoritas Jasa Keuangan;


Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253);
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENGAWASAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, yang dimaksud dengan:
1. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
2. Dewan Jaminan Sosial Nasional yang selanjutnya disingkat DJSN, adalah Dewan Jaminan Sosial Nasional sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial.
3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang selanjutnya disingkat BPJS, adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
4. BPJS Kesehatan adalah badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
5. BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
6. Pemeriksaan adalah rangkaian kegiatan mencari, mengumpulkan, mengolah, dan mengevaluasi data dan/atau keterangan serta untuk menilai dan memberikan kesimpulan mengenai penyelenggaraan program
jaminan sosial oleh BPJS.
7. Pengawasan adalah proses kegiatan penilaian terhadap BPJS dengan tujuan agar BPJS melaksanakan fungsinya dengan baik dan berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
8. Dana Jaminan Sosial Ketenagakerjaan adalah dana amanat milik seluruh peserta jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian yang merupakan himpunan iuran beserta hasil
pengembangannya yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial.
9. Dana Jaminan Sosial Kesehatan adalah dana amanat milik seluruh peserta jaminan kesehatan yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh BPJS Kesehatan untuk pembayaran
manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial.
10. Pemeriksa adalah pegawai OJK atau pihak yang ditunjuk oleh OJK untuk melakukan Pemeriksaan.
11. Peserta adalah setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang telah membayar iuran sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

BAB II RUANG LINGKUP PENGAWASAN BPJS OLEH OJK

Pasal 2
(1) OJK melakukan pengawasan terhadap BPJS.
(2) Ruang lingkup pengawasan OJK terhadap BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. kesehatan keuangan;
b. penerapan tata kelola yang baik termasuk proses bisnis;
c. pengelolaan dan kinerja investasi;
d. penerapan manajemen risiko dan kontrol yang baik;
e. pendeteksian dan penyelesaian kejahatan keuangan (fraud);
f. valuasi aset dan liabilitas;
g. kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan;
h. keterbukaan informasi kepada masyarakat (public disclosure);
i. perlindungan konsumen;
j. rasio kolektibilitas iuran;
k. monitoring dampak sistemik; dan
l. aspek lain yang merupakan fungsi, tugas, dan wewenang OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(3) Pengawasan terhadap aspek-aspek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum mengatur aspek-aspek sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengawasan dilakukan dengan mengacu kepada standar, prinsip, dan praktek penyelenggaraan jaminan sosial yang sehat.

Pasal 3
(1) Pengawasan OJK terhadap BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terdiri atas:
a. pengawasan langsung; dan
b. pengawasan tidak langsung.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh satuan kerja di lingkungan pengawasan Industri Keuangan Non Bank, OJK.

BAB III PENGAWASAN LANGSUNG

Pasal 4
Pengawasan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dilakukan melalui Pemeriksaan.

Pasal 5
(1) Pemeriksaan terhadap BPJS dilakukan oleh Pemeriksa.
(2) Dalam rangka Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa dapat melakukan Pemeriksaan terhadap perusahaan lain yang dimiliki oleh BPJS dan/atau pihak terkait lainnya.
(3) Pemeriksaan bertujuan untuk:

a. memperoleh gambaran mengenai kondisi BPJS yang sebenarnya;
b. memastikan bahwa BPJS telah mematuhi peraturan perundangundangan;
c. memastikan bahwa BPJS telah menerapkan tata kelola, manajemen risiko, dan kontrol yang baik; dan/atau
d. memastikan bahwa BPJS telah melakukan upaya untuk memenuhi kewajiban kepada Peserta.

Pasal 6
Pemeriksaan yang dilakukan OJK terhadap BPJS dapat mencakup seluruh aspek atau sebagian aspek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

Pasal 7
Pemeriksaan terhadap BPJS dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Pasal 8
(1) Pemeriksa harus melaksanakan Pemeriksaan sesuai dengan Peraturan OJK ini dan pedoman Pemeriksaan BPJS.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman Pemeriksaan BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner OJK.

Pasal 9
(1) BPJS dan pihak lain yang diperiksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) dilarang menolak dan/atau menghambat proses Pemeriksaan.
(2) BPJS dan pihak lain yang diperiksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) wajib:
a. memenuhi permintaan untuk memberikan atau meminjamkan buku, berkas, catatan, disposisi, memorandum, dokumen, data elektronik, termasuk salinan-salinannya;
b. memberikan keterangan dan penjelasan yang berkaitan dengan aspek yang diperiksa baik lisan maupun tertulis;
c. memberi kesempatan kepada Pemeriksa untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruangan yang dipandang perlu;
d. memberi kesempatan kepada Pemeriksa untuk meneliti keberadaan dan penggunaan sarana fisik yang berkaitan dengan aspek yang diperiksa; dan/atau
e. menghadirkan pihak ketiga termasuk auditor independen dan aktuaris independen untuk memberikan data, dokumen, dan/atau keterangan kepada Pemeriksa terkait dengan Pemeriksaan.
(3) Pihak yang diperiksa dinyatakan menghambat kelancaran proses pemeriksaan apabila tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau meminjamkan buku, memberikan catatan,
dokumen, atau keterangan yang tidak benar.

Pasal 10
(1) Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa berdasarkan surat perintah Pemeriksaan yang diterbitkan oleh OJK.
(2) Pemeriksa wajib menyampaikan surat perintah Pemeriksaan kepada BPJS dan pihak lain yang diperiksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2).
(3) Sebelum dilakukan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan kepada BPJS dan pihak lain yang diperiksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
dan ayat (2).
(4) Surat pemberitahuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat informasi sebagai berikut:
a. nomor dan tanggal surat perintah Pemeriksaan;
b. nama Pemeriksa;
c. ruang lingkup Pemeriksaan;
d. tujuan Pemeriksaan;
e. jangka waktu Pemeriksaan; dan
f. dokumen-dokumen awal yang diperlukan untuk Pemeriksaan.
(5) OJK dapat melakukan Pemeriksaan tanpa didahului dengan penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan apabila:
a. pemberitahuan tersebut diduga akan mempersulit atau menghambat proses Pemeriksaan;
b. terdapat dugaan adanya tindakan untuk mengaburkan keadaan yang sebenarnya; atau
c. terdapat dugaan adanya tindakan menyembunyikan, menghilangkan data, keterangan, atau laporan yang diperlukan dalam rangka Pemeriksaan.

Pasal 11
(1) Sebelum Pemeriksaan berakhir, Pemeriksa wajib melakukan konfirmasi dengan Direksi BPJS atas hasil Pemeriksaan.
(2) Apabila setelah proses konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terdapat perbedaan pendapat, Direksi BPJS dapat mengajukan penjelasan secara tertulis kepada OJK paling lambat 10 (sepuluh) hari
kalender setelah berakhirnya proses Pemeriksaan.

Pasal 12
(1) Setelah proses Pemeriksaan berakhir, Pemeriksa menyusun laporan hasil Pemeriksaan.
(2) OJK menyampaikan laporan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada BPJS paling lambat 20 (dua puluh) hari kalender setelah batas akhir penyampaian penjelasan secara tertulis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).
(3) Laporan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat rahasia.
(4) Status rahasia atas laporan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibuka setelah terlebih dahulu memperoleh persetujuan tertulis dari OJK atau berdasarkan peraturan perundangundangan.

Pasal 13
(1) Laporan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dapat memuat langkah-langkah tindak lanjut yang harus dilakukan oleh BPJS atau pemangku kepentingan lainnya.
(2) Dalam hal terdapat langkah-langkah tindak lanjut yang harus dilakukan oleh BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS wajib melaksanakan langkah-langkah tindak lanjut tersebut.
(3) BPJS wajib melaporkan pelaksanaan langkah-langkah tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada OJK sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam laporan hasil Pemeriksaan.
(4) Kewajiban melaporkan pelaksanaan langkah-langkah tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir apabila OJK menilai bahwa BPJS telah melaksanakan langkah-langkah tindak lanjut dimaksud.

BAB IV PENGAWASAN TIDAK LANGSUNG

Pasal 14
Pengawasan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dilakukan melalui:
a. analisis atas laporan yang disampaikan oleh BPJS kepada OJK; dan/atau
b. analisis atas laporan yang disampaikan oleh pihak lain kepada OJK.

Pasal 15
OJK dapat meminta BPJS untuk menyampaikan informasi dan/atau dokumen tertentu dalam rangka pengawasan tidak langsung atas BPJS.

BAB V PELAPORAN

Pasal 16
(1) BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan wajib menyusun laporan keuangan sebagai berikut:
a. laporan keuangan tahunan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan untuk periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember;
b. laporan keuangan tahunan Dana Jaminan Sosial Kesehatan dan Dana Jaminan Sosial Ketenagakerjaan untuk masing-masing program ketenagakerjaan untuk periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember;
c. laporan keuangan semesteran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang berakhir pada 30 Juni dan 31 Desember;
d. laporan keuangan semesteran Dana Jaminan Sosial Kesehatan dan Dana Jaminan Sosial Ketenagakerjaan untuk masing-masing program ketenagakerjaan yang berakhir pada 30 Juni dan 31 Desember;
e. laporan keuangan bulanan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan untuk periode yang berakhir pada 31 Januari, 28 atau 29 Februari, 31 Maret, 30 April, 31 Mei, 30 Juni, 31 Juli, 31 Agustus, 30 September, 31 Oktober, 30 November, dan 31 Desember; dan
f. laporan keuangan bulanan Dana Jaminan Sosial Kesehatan dan Dana Jaminan Sosial Ketenagakerjaan untuk masing-masing program ketenagakerjaan untuk periode yang berakhir pada 31 Januari, 28 atau 29 Februari, 31 Maret, 30 April, 31 Mei, 30 Juni, 31 Juli, 31 Agustus, 30 September, 31 Oktober, 30 November, dan 31 Desember.
(2) BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan wajib menyusun laporan pengelolaan program sebagai berikut:
a. laporan pengelolaan program jaminan kesehatan dan jaminan untuk masing-masing program ketenagakerjaan tahunan untuk periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember;
b. laporan pengelolaan program jaminan kesehatan dan jaminan untuk masing-masing program ketenagakerjaan semesteran yang berakhir pada 30 Juni dan 31 Desember; dan
c. laporan pengelolaan program jaminan kesehatan dan jaminan untuk masing-masing program ketenagakerjaan bulanan untuk periode yang berakhir pada 31 Januari, 28 atau 29 Februari, 31 Maret, 30 April, 31
Mei, 30 Juni, 31 Juli, 31 Agustus, 30 September, 31 Oktober, 30 November, dan 31 Desember.
(3) BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan wajib menyusun laporan aktuaris tahunan untuk program jaminan kesehatan dan untuk masingmasing program ketenagakerjaan untuk periode 1 Januari sampai dengan
31 Desember.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan disajikan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku.
(5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dan huruf b serta ayat (2) huruf a wajib diaudit oleh auditor independen.
(6) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan disajikan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(7) Laporan aktuaris tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan laporan yang menggambarkan perkiraan kemampuan Dana Jaminan Sosial untuk memenuhi kewajibannya di masa depan.
(8) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib ditandatangani oleh aktuaris BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
(9) Laporan aktuaris tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib ditelaah (direview) dan dinilai kewajaran penyajiannya oleh aktuaris independen yang tidak terafiliasi dengan manajemen BPJS Kesehatan dan
BPJS Ketenagakerjaan paling kurang 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan susunan laporan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dan huruf f, ayat (2) huruf c dan ayat (3) diatur dengan Surat Edaran OJK.

Pasal 17
(1) BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan wajib menyampaikan:
a. laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a dan huruf b, Pasal 16 ayat (2) huruf a, serta Pasal 16 ayat (3) paling lama tanggal 30 Juni tahun berikutnya;
b. laporan semesteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c, huruf d, dan Pasal 16 ayat (2) huruf b paling lama 1 (satu) bulan setelah berakhirnya semester yang bersangkutan; dan
c. laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf e dan huruf f, serta Pasal 16 ayat (2) huruf c paling lama 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya bulan yang bersangkutan, kepada OJK.
(2) Dalam hal batas akhir penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hari libur, batas akhir penyampaian laporan adalah hari kerja pertama setelah batas akhir dimaksud.

BAB VI SANKSI DAN REKOMENDASI
Pasal 18
(1) Dalam hal BPJS terbukti melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 16 ayat (1) sampai dengan ayat (7), dan Pasal 17 ayat (1) dan/atau atas temuan hasil Pemeriksaan, OJK dapat memberikan sanksi administratif berupa surat peringatan dan/atau memberikan rekomendasi kepada DJSN dan/atau Presiden.
(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan jangka waktu paling lama masing-masing 2 (dua) bulan.
(3) Dalam hal OJK menilai bahwa jenis pelanggaran yang dilakukan dan/atau temuan Pemeriksaan tidak dapat diatasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), OJK dapat menetapkan berlakunya jangka waktu tambahan paling lama 6 (enam) bulan.
(4) OJK dapat memberikan rekomendasi kepada DJSN dan/atau Presiden dalam hal BPJS tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti surat peringatan terakhir atau atas temuan Pemeriksaan.
(5) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk tetapi tidak terbatas pada:
a. peninjauan besar iuran jaminan kesehatan dan untuk masing-masing program ketenagakerjaan;
b. peninjauan besar manfaat jaminan kesehatan dan untuk masing-masing program ketenagakerjaan;
c. peninjauan kebijakan investasi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan;
d. peninjauan kebijakan investasi dana jaminan kesehatan dan dana jaminan untuk masing-masing program ketenagakerjaan; dan/atau
e. penggantian sebagian atau seluruh manajemen BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

BAB V KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
Pada saat Peraturan OJK ini mulai berlaku maka Peraturan OJK Nomor: 3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, dinyatakan tidak berlaku bagi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Pasal 20
(1) Kewajiban penyampaian laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c dilakukan oleh BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan sejak bulan Maret 2014.
(2) Penyampaian laporan bulanan sejak bulan Maret 2014 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk laporan bulanan untuk periode yang berakhir pada tanggal 31 Januari 2014 dan 28 Februari 2014.

BAB VI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Peraturan OJK ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan OJK ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2013

KETUA DEWAN KOMISIONER
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Ttd.
MULIAMAN D. HADAD
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 258
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BAGIAN BANTUAN HUKUM
DIREKTORAT HUKUM,
Ttd.
MUFLI ASMAWIDJAJA

Tinggalkan Balasan